Lembaga Hukum Elza Syarief Nilai Putusan MA Soal Hak Asuh Anak Penuh Kontroversi

Mitrapolisi.co.id/JAKARTA-Lembaga bantuan hukum Elza Syarief menilai keputusan Mahkhamah Agung terkait pemberian hak asuh anak kepada Prithvi penuh kontroversi. Pasalnya, keputusan tersebut dianggap mencederai kemanusiaan.

Elza Syarief, selaku kuasa hukum Roshni Lachiram Parvani Sadhwani, yang merupakan seorang warga negara Panama berdarah Indonesia dan kini sedang tinggal di Indonesia, mengatakan bahwa Roshni sangat dirugikan akibat keputusan Hakim MA yang tidak punya rasa kemanusiaan.

“Jadi Roshni ini merupakan korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dari saudara Prithvi yang juga merupakan suaminya yang sempat digugat cerai karena aksi kekerasan tersebut,” kata Elza dalam konferensi pers yang digelar di Elza Syarief Law Office, Kamis (21/10).

Lanjut Elza, saat ibu dua orang anak itu melayangkan gugatan cerai terhadap suaminya pada 29 April 2019, hak asuh terhadap kedua anaknya pun berdasarkan kabulan hakim Pengadilan Jakarta Selatan jatuh di tangan Roshni.

“Sesuai keputusan dalam Yurispundensi MA No. 126 K/Pdt/2001, hak asuh jatuh ke tangan Roshni selaku penggungat (perceraian). Namun, permasalahan berlanjut setelah Pritvhi ajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang amar putusannya justru menjatuhkan putusan hak asuh anak ke tangan Pirthvi yang notabene merupakan pelaku KDRT dan kekerasan terhadap anak,” timpalnya.

Atas kontroversi itu, Elza mengaku tidak habis pikir bagaimana kondisi hati nurani seorang hakim yang tega melukai rasa keadilan lantaran putusannya yang sangat kontroversi.

Elza menyebut keputusan untuk memberikan hak asuh kepada Pithvi jelas bertentangan dengan ketentuan hukum sebagaimana Yurispundensi MA No. 126 K/Pdt/2001 Tahun 2003.

“Sadisnya, persoalan ini kembali memuncak saat korban (Roshni) melakukan upaya hukum kasasi melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 5 Mei 2021. Sampai 4 bulan setelah perkara didaftarkan, Roshni dan pendamping hukumnya sama sekali tidak diberitahukan terkait Surat Pemberitahuan kalau berkas kasasi telah dikirimkan kepada Kepaniteraan MA,” tandasnya.

“Lalu, tiba-tiba muncul kabar bahwa MA telah memutuskan perkara tersebut di mana hak asuh jatuh kepada Prithvi. Ironinya, berita itu baru kami pada 12 Oktober 2021. Padahal jauh sebelumnya telah berkembang kabar kalau hak asuh memang telah jatuh ke tangan suaminya lewat informasi dari sekumpulan warga India di Indonesia,” sambungnya.

Atas keganjilan itu, Elza pun meminta kepada Presiden Republik Indonesia agar membantu menyelesaikan permasalahan ini. Elza mengklaim kalau ini bukan urusan menang kalah di pengadilan, melainkan ini soal hati nurani dan rasa kemanusiaan.

“Sebagai seorang ibu, saya turut merasakan betapa tergoresnya batin lantaran hukum yang tidak berpihak pada nurani. Kami minta kepada bapak Presiden, tolong bantu selesaikan perkara ini. Tolong!”, ucapnya.

Elza menduga, kemenangan Prithvi atas hak asuh anak tidak terlepas dari keterlibatan orang kuat yang mem-back-up kasus ini.

“Kita tahu, Amir Syamsudin yang kini menjadi pengacara Prithvi adalah mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), yang bisa menguasai semua jejaring kekuasaan untuk memenangkan perkara ini. Untuk itu, kepada pak Presiden, sekali lagi kami minta keadilan untuk korban,” ujarnya.