Mitrapolisi.co.id/KOTA BANDUNG— Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) –selanjutnya ditulis Gugus Tugas Jabar– Ridwan Kamil mengusulkan agar pengetesan (testing) metode uji usap (swab test) Polymerase Chain Reaction (PCR) bisa melibatkan pihak swasta.
Hal itu disampaikan Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– kepada Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala BNPB Doni Monardo di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (6/8/20).
Bagi Jabar, opsi kerja sama dengan pihak swasta baik dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) maupun peralatan penting untuk meningkatkan rasio pengetesan di provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia –hampir 50 juta jiwa– ini.
“Permohonan Jawa Barat hanya satu, yaitu meningkatan ratio testing. Tadi juga sudah disetujui gagasan penambahan testing PCR baik peningkatan SDM maupun kerja sama dengan swasta,” kata Kang Emil.
“Sekarang ada tawaran-tawaran yang sangat baik, pada saat kapasitas fisik kita terbatas, ternyata swasta bisa melakukan pengetesan tanpa kita harus melakukan investasi peralatan teknologi yang sangat mahal,” tambahnya.
Menurut Kang Emil, faktor populasi yang banyak menjadi kelemahan Jabar dalam persentase angka pengetesan melalui metode PCR. Meski begitu, dengan tes yang masif dilakukan, angka kasus terkonfirmasi Jabar relatif lebih rendah ketimbang provinsi lain.
Adapun merujuk data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar) hingga Kamis (6/8) pukul 13:30 WIB, Gugus Tugas Jabar telah melakukan 162.130 tes PCR. Angka tersebut membuat Jabar berada di posisi kedua nasional setelah DKI Jakarta.
“Secara umum kami baru bisa kapasitas (tes PCR) lima ribu per hari. Mimpinya kalau bisa 50 ribu per minggu. Jadi, fokus kami (yang utama) hanya satu, kami bercita-cita kapasitas testing kami tinggi untuk mengejar persentase 50 juta penduduk,” kata Kang Emil.
Terkait hal itu, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo pun menyambut baik usulan Jabar agar pengetesan bisa melibatkan pihak swasta.
Menurut Doni, usulan yang disampaikan oleh Kang Emil tersebut perlu ditindaklanjuti melalui sebuah kerja sama resmi antara pemerintah daerah provinsi dan swasta, termasuk dalam hal pemanfaatan laboratorium.
“Tentang keterlibatan swasta, saya pikir ini sebuah terobosan. Kami (pusat) sudah memulai bekerja sama dengan swasta. Nanti dari pemerintah provinsi (bisa) melakukan koordinasi dengan sejumlah swasta yang berminat dalam penanganan pemeriksaan atau pengembangan laboratorium,” ujar Doni.
Doni pun menjelaskan, saat ini terdapat 278 mesin PCR di Indonesia. Namun, hal itu belum diikuti dengan jumlah SDM laboratorium yang memadai sehingga waktu kerja untuk melakukan pengujian dinilai belum optimal.
Selain itu, Doni juga mengingatkan terkait pentingnya melakukan pengetesan rutin dalam sebuah instansi atau lembaga yang memiliki banyak anggota atau karyawan dalam satu tempat seperti asrama.
“Harus ada strategi untuk pemeriksaan secara rutin dengan teknik pool test,” ujar Doni.