Sekda Beberkan Penanganan Kesehatan di Kota Bandung, BSL-2 Paling Fenomenal

Mitrapolisi.co.id/Bandung-SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan bawah pandemi Covid-19 merupakan musibah yang tidak terduga, tetapi memberikan dampak yang luar biasa bahkan sampai saat ini.

Hal tersebut disampaikan sekda pada acara Ngopi Bandung (Ngobrol Perihal Kota Bandung) Ketiga bertemakan “Penanganan Kesehatan dan Penegakkan Hukum” yang digelar Bagian Humas Setda Kota Bandung di Hotel Prama Grand Preanger, Rabu (18 November 2020).

“Waktu itu kita melihat dampaknya tidak akan seperti apa yang kita rasakan sekarang, tetapi setelah waktu berjalan , ternyata dampaknya ‘memporak-porandakan’ berbagai aspek kehidupan diantaranya masalah ekonomi yang berimbas pada sosial dan keamanan,” katanya.

Sekda menuturkan, pemerintah kota sebagai pelayan masyarakat ingin menyukseskan berbagai program kebijakan, tetapi saat ini dihadapkan dengan situasi kondisi luar biasa. “Menanggulangi permasalahan ini, akhirnya dikeluarkan kebijakan refocusing, karena kita harus fokus dengan persoalan pandemi Covid-19. Ada juga realokasi, ini juga membuat kita mereka ulang, menghitung ulang bagaimana anggaran kita fokuskan untuk menganggulangi pandemi,” katanya.

“Waktu itu sampai 50 persen anggaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) digeser, difokuskan untuk penanganan Covid-19. Sehingga waktu itu kami dengan Dewan Yang Terhormat melalui Banggar bersepakat untuk mengalokasikan hampir setengah triliun rupiah,” lanjutnya.

Sekda mengatakan, saat itu Dinas Kesehatan diberikan dana untuk membangun lab BSL-2 yang fenomenal untuk mengakselerasi dengan penanganan untuk mengecek masyarakat yang terpapar. “Sebelumnya waktu itu kita mengandalkan Lab Provinsi, terjadi delay report, saat itu kita selalu shock dengan hasil yang baru keluar setelah dua sampai tiga minggu. Dengan lab sendiri maksimal sekarang tiga hari,” ucapnya.

Bahkan, lanjutnya, BSL-2 mengantarkan Wali Kota Bandung mendapat apresiasi dari pemerintah pusat dan media lewat pemberian penghragaan untuk kepala daerah yang melakukan inovasi dalam percepatan penanganan Covid-19.

Sekda juga mengungkapkan pelaksanaan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Karena saat itu bantuan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi menargetkan warga yang sudah ada dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung harus mencari target yang belum tersasar.

“Kemudian waktu itu muncul non-DTKS atau miskin baru yang awalnya berpendapatan tiba-tiba tidak berpendapatan. Terjadilah dinamika angka dan data, itu terjadi di semua daerah, tidak hanya di Kota Bandung,” katanya.

“Sehingga ada komplain, ketidakpuasan, bagi kami wajar karena memang sesuatu yang tidak terduga dan harus ceoat ditangani. Dalam JPS ini harus ada keadilan,” tambahnya.

Sekda pun menjelaskan tentang pentingnya operasional untuk mendukung Gugus Tugas Percepatan Penaganan Covid-19. Seperti dalam pembuatan Check Point yang diperlukan untuk pengendalian kontrol.

“Saat pandemi ini kita harus mengendalika mobilitas masyarakat, karena menjadi salah satu kunci penanganan Covid-19. Saat ini juga kita harus utamakan physical distancing, menerapkan 3M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) dan 1T (Tidak berkerumun),” katanya.

Sementara itu, terkait Rumah Sakit Rujukan Covid-19, saat ini di Kota Bandug sudah ada 27 rumah sakit, namun tidak semua yang masuk merupakan warga Kota Bandung. Ada juga warga luar kota yang dirawat di Rumah Sakit Rujukan Covid-19 di Kota Bandung.

“Kita tidak bisa menolak orang dari luar daerah karena layanan kesehatan seperti itu. Tempat tidur di Kota Bandung saat jni terisi sampaj 88,67 persen, dua bulan lalu hanya 32,5 persen. Makanya kemarin kita minta Camat meminta satu fasilitas ruang isolasi diwilayahnya,” katanya

Bagi warga yang datang dari zona merah, sekda mengatakan, idealnya harus dikarantina. “Seperti kedatangan saudara, tidak boleh kemana-mana. Protokol kesehatan pun harus dilakukan semaksimal mungkin,” katanya.

Terkait kunjungan tersebut Kepala Dinkes Kota Bandung, Rita Verita menambahkan, inisiatif harus datang dari tuan rumah karena belum ada sarana atau pengawas yang mengidentifikasi tamu dari zona merah.

“Kalau memang kedatangan tamu walaupun itu keluarga atau adik kandung sendiri, tentunya harus diberlakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, walau pun di rumah ngobrol tidak berdekatan, pakai masker, jadi jarark juga,” katanya.

Menurut Rita, kasus yang banyak terjadi, tamu yang datang dari zona merah. “Mungkin bisa kerjasama diinformasikan kepada warga sekitar kalau ada tamu minimal inisiatif dari tuan rumahnya sendiri,” Pungkasnya

( arm)