KOTA BANDUNG — Untuk ketiga kalinya, event lari terbesar di Kota Bandung yakni Pocari Sweat Run Bandung West Java Marathon kembali digelar pada Minggu (28/7/2019). Sebanyak 10 ribu pelari bakal meramaikan event yang tahun ini bertemakan ‘The Pride of West Java Sport Tourism’.
Pocari Sweat Run Bandung 2019 bakal dimulai dari Gedung Sate dan melewati berbagai lanskap kota di Jalan Asia Afrika, Jalan Merdeka, Jalan Braga, hingga Jalan R.E. Martadinata (Riau).
Terdapat empat kategori lari yakni 5K, 10K, Half Marathon (21K), dan Full Marathon (42K). Mengutamakan safe running sama seperti event sebelumnya, Pocari Sweat pun bakal menyediakan hydration poin di sejumlah titik setiap 1,5-2,5 km.
Keistimewaan dari Pocari Sweat Run Bandung 2019 adalah konsep kebudayaan yang diusung Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Biro Humas dan Keprotokolan serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.
Nantinya, terdapat pertunjukan tradisional di lima titik yang dilewati rute yakni perempatan Cilaki, Jalan Asia Afrika (Hotel Savoy Homann), Jalan Braga, Jalan Merdeka (SDN Banjarsari), dan Jalan Riau (Hotel De Paviljoen).
Masyarakat dapat turut juga menikmati alunan kendang penca dan perkusi yang melibatkan sejumlah pelaku seni di Kota Bandung, di antaranya dari Sanggar New Village Tatalu yang tampil di perempatan Cilaki hingga penampilan Padepokan Ranggon Cijagra di Braga.
“Jadi peserta tak hanya berlari, tapi menikmati sajian budaya yang menarik. Ada spot hiburan di pinggir jalan, tujuannya untuk memberikan semangat kepada para pelari sekaligus memperkenalkan kebudayaan Jawa Barat, salah satunya rampak kendang,” ujar Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Hermansyah.
Para pelari Pocari Sweat Run Bandung 2019 juga dimanjakan lewat fasilitas toilet bekerja sama dengan hotel di sepanjang rute. Terdapat shuttle angkutan umum untuk menekan jumlah peserta yang membawa kendaraan bermotor, juga untuk memfasilitasi peserta yang menginap jauh dari Gedung Sate.
“Kalau 10 ribu peserta, memang tidak semua diangkut. Yang dekat (Gedung Sate) bisa berjalan kaki. Terkait rute lari, sudah kerja sama dengan pihak kepolisian jadi tidak perlu khawatir di jalur yang bersinggungan dengan kendaraan bermotor atau jalur padat,” imbuh Hermansyah.
Ingin mencicipi jajanan khas Jawa Barat? Tersedia 10 ribu cilok bagi seluruh peserta Pocari Sweat Run Bandung 2019. Hermansyah pun yakin roda perekonomian khususnya di Kota Bandung berputar lebih cepat bersamaan event maraton tersebut.
“Dengan banyaknya peserta, kami harap orang tidak hanya sekadar datang mengikuti event maraton, tapi mereka di sini ada perputaran ekonomi, mereka akan belanja, makan, dan jalan-jalan,” kata Hermansyah.
Hal senada diutarakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik Kurohman. Dedi berujar Pocari Sweat Run Bandung 2019 bisa memberdayakan sektor ekonomi di sekitar kawasan Gedung Sate.
“Poinnya untuk pemberdayaan ekonomi sekitar, hotel dan kafe penuh. Angkot juga diberdayakan untuk shuttle bagi pelari, jadi banyak yang diberdayakan tahun ini,” kata Dedi.
“Intinya kami gembira dengan adanya event ini karena sport tourism tidak hanya berkaitan dengan pelari, tapi juga bermanfaat bagi UKM (Usaha Kecil Menegah),” imbuhnya.
Lewat tema ‘The Pride of West Java Sport Tourism’ di Pocari Sweat Run Bandung kali ini, Dedi pun berharap konsep sport tourism khususnya lewat maraton bisa terus dikembangkan dalam rangka menumbuhkan daya saing untuk memperkuat citra pariwisata daerah.
“Karena di beberapa negara maju, ada enam yang menjadi World Marathon Majors (WMM) yakni di Tokyo marathon, Boston, London, Berlin, Chicago, dan New York marathon. Itu punya daya jual yang kuat dalam menumbuhkan pariwisata,” tutur Dedi.
“Di Tokyo Marathon, 38 ribu orang dalam seminggu meningkatkan pertumbuhan wisata, karena tidak hanya pelari, pada akhirnya pelancong hadir dan toko berlomba-lomba beri diskon,” katanya.
“Dan di Pocari Sweat Run Bandung 2019 ini paling mengejutkan (tiket) sold out dalam 40 menit. Memang Gedung Sate sebagai heritage menjadi daya tarik utama, selain itu apa pun di Bandung, termasuk kuliner, selalu menjadi magnet yang menarik orang terutama dari Jakarta. Bahkan masih banyak yang mau ikut meski sudah tutup, apalagi medalinya didesain langsung Pak Emil (Ridwan Kamil),” tutup Dedi.
Sebelum acara digelar pada Minggu (28/7), terdapat rangkaian acara bertajuk ‘Culture Run’ pada Sabtu (27/7) diikuti 200 orang yang menggunakan pakaian adat.
Peserta akan berlari dari Gedung Sate menuju Gedung Pakuan dan berikutnya diajak berkeliling Kota Bandung menggunakan Bandros (Bandung Tour on The Bus) –bus tingkat yang menjadi atraksi turis di Kota Kembang.(arm)